Ada momen dalam hidup ketika semuanya terasa lepas dari kendali. Ketika arah tidak jelas, pijakan terasa goyah, dan kamu tidak tahu ke mana harus melangkah. Saat itu, kamu merasa seperti kapal yang kehilangan jangkar—terombang-ambing oleh gelombang kehidupan. Namun, meski kamu mungkin tidak melihat atau merasakannya, ada satu pegangan yang tak pernah lepas: tangan Tuhan. Inilah inti dari Ijobet Anchorless but Held.
Ijobet Anchorless but Held Ketika Jangkarmu Hilang, Tapi Kamu Tidak Sendiri
Dalam dunia nyata, jangkar berfungsi untuk menjaga kapal tetap pada tempatnya. Begitu juga dalam hidup, kita sering menjadikan rutinitas, pekerjaan, orang yang kita sayangi, atau tujuan sebagai “jangkar” yang membuat kita merasa aman.
Namun, bagaimana jika semuanya itu tiba-tiba hilang? Pekerjaan hilang. Relasi runtuh. Impian gagal. Bahkan iman pun terasa goyah. Di sinilah banyak orang merasa sendirian, tenggelam dalam ketidakpastian.
Tapi Ijobet Anchorless but Held mengajak kita percaya bahwa saat semua hal yang kita andalkan runtuh, Tuhan tidak ikut runtuh. Dia tetap memegang kita, bahkan ketika kita tidak bisa memegang apa-apa.
Ijobet Anchorless but Held Tangan Tuhan Tidak Bergantung pada Keyakinanmu
Sering kali kita berpikir, “Tuhan akan memegangku kalau aku cukup percaya.” Padahal kenyataannya, tangan Tuhan tidak bergantung pada seberapa kuat iman kita. Bahkan ketika kita lemah, ragu, atau bahkan marah, Dia tetap tidak melepaskan.
Kasih Tuhan bersifat konstan, bukan kondisional. Inilah yang membuat kita bisa tetap tenang, bahkan saat hati kita panik.
Bukti Pegangan Itu Bukan Selalu Perasaan
Mungkin kamu bertanya, “Kalau Tuhan memegangku, kenapa aku tetap merasa hancur?” Jawabannya sederhana: pegangan Tuhan tidak selalu terasa, tapi tetap nyata. Sama seperti gravitasi yang tidak terlihat tapi tetap bekerja, begitu juga tangan Tuhan yang menopang.
Melalui ijobet, Anchorless but Held menjadi ajakan untuk mempercayai kebenaran, bukan sekadar perasaan. Karena perasaan bisa menipu, tapi kebenaran kasih Tuhan tidak berubah.
Saat Kamu Tidak Bisa Berdiri, Tuhan Masih Menggendong
Ada hari-hari ketika bahkan berdiri pun sulit. Menyapa orang lain rasanya berat, apalagi tersenyum. Dalam keheningan semacam itu, Tuhan tidak menunggu kamu bangkit dulu baru hadir. Justru dalam ketidakberdayaan, Dia hadir paling dekat.
Bayangkan seorang anak kecil yang tertidur di gendongan orang tuanya saat badai. Anak itu tidak tahu arah, tapi ia tahu ia tidak jatuh. Itulah yang dilakukan Tuhan saat kamu terlalu lemah untuk berjalan.
Cara Bertahan di Tengah Terombang-Ambing
- Akui bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja
Jujur pada diri sendiri adalah langkah awal untuk pulih. - Berdoa meski tidak ada kata-kata
Tuhan mendengar air mata lebih fasih dari pada kalimat. - Cari satu hal kecil yang tetap stabil
Bisa secangkir kopi pagi, bisa suara alam, atau ayat sederhana yang kamu ulang. - Percaya meski samar
Iman bukan selalu tentang yakin kuat, tapi tentang terus berharap meski kabur. - Ingat bahwa kamu tidak harus berjalan sendiri
Tuhan tidak pernah menjanjikan hidup bebas badai, tapi Dia berjanji untuk tidak membiarkanmu tenggelam.
Penutup: Kamu Mungkin Tanpa Jangkar, Tapi Tidak Tanpa Pegangan
Ijobet Anchorless but Held adalah pengingat penuh harapan bahwa meski kamu merasa tidak punya arah, kamu tetap ada dalam genggaman kasih Tuhan. Meski kamu goyah, kamu tidak lepas. Meski kamu merasa kosong, Tuhan tetap utuh memelukmu.
Jangan nilai kehadiran Tuhan dari ketenangan hidupmu. Nilailah dari kenyataan bahwa kamu masih bertahan, bahkan saat kamu tidak tahu bagaimana caranya. Karena faktanya: Tuhan memegangmu bahkan ketika kamu sudah tidak bisa memegang apa-apa lagi.